CIPTA SATU MASYARAKAT DAMAI DAN SEJAHTERA DI PATANI (MASYARAKAT MADANI)
By : Imaduddin Bahy (Mr.JR)
(Mr.JR) Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Kuasa. Setelah berbagai ancaman dan penindasan yang di hadapai oleh ummat Melayu Patani, dapat kita rasai bagaimana kehidupan mereka selama ini. Tentu saja bagi mereka yang di zalim atau si penerima musibah akan mempunyai harapan untuk hidup aman sejatera tanpa ada rasa takut atau benci pada siapa-siapa. Memiliki suatu kawasan atau Negara yang damai adalah harapan setiap orang atau dengan bahasa ilmiah disebut sebuah Masyarakat Madani (Civil Society). Masyarakat Madani ini pernah di terapkan oleh Rasulullah di Madinah dan ternyata kaedah ini dapat menyatu-hatikan para masyarakat Madinah dan mereka dapat hidup dalam keadaan damai tanpa perselisihan sesama. Persoalannya ialah, dapatkan kita menerapkan istem ini di Patani dengan keadaan yang seperti sekarang ini?!
Thailand adalah Negara yang dikenali dengan Negara yang tidak pernah di jajah sesuai dengan namanya Thailand yang berarti ‘Tanah Bebas’. Di Thailand juga terdiri dari masyarakat yang beragama Budha dan masyarakat beragama Islam di bahagian selatannya. Perbedaan antara dua belahan bumi ini bukan sahaja dari sisi agamanya, malah berbeda bangsanya yaitu, Siam dan Melayu di bahagian Selatan. Melalui pandangan kami sebagai masyarakat Melayu Patani, Civil Society tidak berlaku sepenuhnya di Patani atau lebih di kenali dengan Selatan Thailand wilayah konflik di masa kini. Civil Society kebanyakannya berlaku sesama masyarakat Melayu di Selatan Thailand sahaja.
Jika kita merujuk kepada tujuh ciri-ciri civil society yang di garis. Yang pertama yaitu Free public sphere (ruang publik yang bebas). Jika di tinjau pada zaman Phibun Songkram, ruang punblik yang bebas langsung tidak berlaku di Patani, malah rakyat Patani pada waktu itu hidup dalam keterpaksaan akibat dari aturan-aturan yang di terap oleh Phibun Songkram. Antara aturannya yaitu rakyat patani tidak dibenar keluar dari rumah dengan berpakaian bercirikan Islam atau bercirikan melayu. Jika adalah pelanggaran terhadap aturan ini, denda atau hukuman baginya adalah orang tersebut harus melepaskan pakaiannya di depan penguasa itu.
Ciri-ciri yang kedua adalah Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Suara-suara pemerintah atau kaum elit di Thailand sering berbunyi demokrasi, tetapi amat sayang karena hanya suara yang kedengaran bahkan tindakan yang dijalankan itu berlaku yang sebaliknya. Contohnya satu peristiwa yang melibatkan tokoh kepercayaan Ummat Melayu di waktu itu yang bernama Tuan Haji Sulong. Tokoh ini mewakili seluruh rakyat Patani untuk memohon atau mengadakan perjanjian dalam rangka membentuk perdamaian antara Siam dan Melayu. Tujuannya agar ummat Melayu hidup bebas di tanah mereka sendiri dan berharap tiada lagi penyiksaan dan penindasan yang berlaku. Akan tetapi, belum sempat tokoh itu menyuarakan tujuannya, bahkan dia dibunuh dan sehingga hari ini mayatnya masih tidak diketemui.
Yang ketiga adalah Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima dan sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain. Sikap ini memang berlaku di Patani tetapi tidak terlibat dengan pemerintah. Sikap ini telah di amalkan sesama ummat Melayu sejak dari zaman dahulu kala. Memang sudah di katakan satu budaya bagi ummat Melayu untuk menghormati hak orang lain.
Yang keempat pula Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus. Antara kelompok di Patani hanyalah berbeda dari dua agama yaitu Islam dan Budha, dua bangsa yaitu Siam dan Melayu, dan terdapat juga pecahan kecil dari agama Islam itu sendiri. Tetapi sudah jelas bahwa tidak mungkin bagi dua kelompok ini untuk bersatu karena kedua pihak tidak di berikan hak yang sama dan bagi yang muslim pula sering dijadikan seperti anak tiri walau di Negeri sendiri.
Poin kelima adalah Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya. Di Selatan Thailand, yang menjawat jawatan tinggi kebanyakannya terdiri dari bangsa Melayu sendiri, akan tetapi mereka ini tidak diberi kuasa sepenuhnya untuk menyusun aktivitas dan hak-hak yang layak bagi penduduk setempat. Keadilan sosial agak kurang berfungsi jika masalah yang dihadapi itu terlibat dengan kaum elit yang berbangsa Siam.
Poin keenam adalah Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi (Ugutan), ataupun intervensi (campur tangan) penguasa atau pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab. System ini di Patani amat bertolak belakang karena hak-hak masyarakat melayu amat terbatas dalam berpolitik, berekonomi, dan berpendidikan tinggi. Masyarakat Melayu sering mendapat intimidasi dari para militer Thailand dan pemerintah. Jika menyebut masalah ekonomi, masyarakat melayu hanya boleh menurut perintah dan tidak boleh meletakkan nilai atau harga terhadap suatu barang niaga miliknya. Contohnya harga getah/karet sering berubah-rubah mengikut pembeli warga Siam tanpa mengira akan untung rugi para penjual dari masyarakat Melayu bahkan langsung tidak mematuhi harga yang ditetapkan dipasaran.
Poin yang ketujuh adalah Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Dalam upaya untuk menegakkan hukum dan mendapatkan keadilan, sesetengah masyarakat melayu memilih jalan dengan menentang kerajaan menggunakan kekerasan yaitu gerakan militer yang underground atau gerakan secara sembunyi. Gerakan akan berlanjutran selagi hak untuk mengurus Tanah sendiri tidak diberikan oleh Thailand. Hak yang diperjuangkan ini bukanlah hak untuk mendapat otonomi tetapi hak untuk medapatkan kemrdekaan yang total dan secara langsung masyarakat Melayu Patani terlep[as Dario pemerintahan Thailand atau Siam Budha.
Kesimpulannya adalah ummat Melayu Patani tidak mungkin hidup dalam damai selagi mereka berada di bawah kekuasaan Siam. Hanya satu sahaja cara bagi mereka untuk hidup damai yaitu dengan merebut kembali hak kepengurusan/kekuasaan yang dulu pernah menjadi milik mereka.
http://www.facebook.com/home.php#!/notes/jeritan-rakyat/apakah-akan-tercipta-satu-masyarakat-damai-dan-sejahtera-di-patani-masyarakat-ma/149607168428088