"Tak ada jaminan setelah pembicaraan itu kita tak akan di-blacklist. Seseorang bisa jadi mata-mata dan melaporkan apapun yang kami lakukan dan bicarakan, tetapi kebutuhan kami untuk berbicara telah mengatasi ketakutan kami " (Aktivis mahasiswa di Pattani)
Ditengah harapan
yang tinggi terhadap perdamaian setelah puluhan tahun perang, Mahasiswa
dan Masyarakat Melayu di Thailand Selatan tengah berdiskusi untuk masa
depan tanah air mereka, meskipun ada kekhawatiran bahwa mereka akan
masuk daftar hitam karena ide-ide yang mereka ungkapkan.
"Tak ada jaminan
setelah pembicaraan itu kita tak akan di-blacklist. Seseorang bisa jadi
mata-mata dan melaporkan apapun yang kami lakukan dan bicarakan, tetapi
kebutuhan kami untuk berbicara telah mengatasi ketakutan kami " kata
seorang aktivis mahasiswa di Pattani.
Sebuah kelompok mahasiswa Melayu Selatan Thailand telah berkumpul untuk mendiskusikan masa depan mereka.
Pertemuan itu
terjadi beberapa bulan setelah pemerintah menandatangani kesepakatan
dengan kelompok Barisan Revolusi Nasional (BRN) pada bulan 28 Februari
yang mengadakan pembicaraan untuk membangun perdamaian di Thailand
selatan.
Pejabat Thailand
telah mengagendakan duduk pada bulan Juni untuk putaran ketiga
pembicaraan dengan BRN baru ini, mencoba menyelesaikan konflik internal
yang paling mematikan di Asia Tenggara tersebut. Beberapa rincian telah
muncul dari dua putaran awal pembicaraan damai yang ditengahi oleh
Malaysia, antara pemerintah dan BRN tersebut.
Namun
kesepakatan telah menimbulkan harapan tinggi di kalangan umat Melayu
Islam di Selatan untuk mengekspresikan ide-ide bagi masa depan mereka,
sebuah praktek yang dipandang sebagai tabu atau anti pemerintah di
masa lalu.
Mereka telah membuka diskusi dalam pertemuan dan media sosial, memicu perdebatan tentang aspirasi politik di wilayah mereka.
Namun mereka
pesimistis pembicaraan akan membuahkan hasil yang memuaskan. Otonomi
yang diperluas, menurut sekelompok mahasiswa di Pattani, 'haram'
dibicarakan dalam dialog itu.
Konstitusi
Thailand menetapkan bahwa wilayah negara tidak dapat dibagi dan
berbicara pejuang Patani sama saja dengan pengkhianatan.
"Warga berharap
kekerasan menurun ketika pembicaraan dimulai. Itu tidak terjadi, jadi
sekarang mereka mencoba untuk lebih memahami proses perdamaian ini,"
kata Pongsak Yingcharoen, walikota kota Yala.
Barisan Revolusi
Nasional (BRN) adalah salah satu dari beberapa kelompok yang berjuang
untuk membebaskan diri dari penjajah kolonial Thailand. Mereka juga
menyerukan Melayu menjadi bahasa resmi dan menggantikan kurikulum
sekolah yang Buddhis-sentris.
Melayu Muslim di
provinsi Selatan Thailand merasa kesal di bawah kekuasaan penjajahan
Bangkok selama bertahun-tahun. Mereka meyakini, Thailand mencaplok
wilayah yang sebelumnya merupakan Kesultanan Melayu Patani abad yang
lalu itu.
Selama
bertahun-tahun, pemerintah kolonial Thailand berusaha untuk menanamkan
rasa nasionalisme yang kuat dalam populasi berbahasa Melayu. Lagu
kebangsaan Siam disiarkan dengan pengeras suara di pagi hari dan petang
hari.
Banyak warga
Melayu mengatakan kebijakan asimilasi pemerintah yang keras telah
menyebabkan penindasan agama, bahasa, dan budaya.
Namun beberapa
pengamat mengatakan perubahan sedang berlangsung dan menemukan momentum
sejak pembicaraan dimulai. Grafiti hujatan di beberapa sudut kota telah
dihapus.
"Untuk waktu
yang lama, kepentingan negara Thailand adalah untuk mengkonsolidasikan
kontrol di perbatasan," kata Thomas Park, direktur regional untuk
konflik dan pemerintahan di Asia Foundation, sebuah organisasi nirlaba
yang berbasis di AS, pada Reuters.
Otonomi dulu adalah kata yang buruk, tapi sekarang ada diskusi terbuka tentang hak menentukan nasib sendiri.
Srisompob
Jitpiromsri dari lembaga think tank Deep South Watch mengatakan ia juga
melihat perubahan sikap pemerintah. "Pola pikir banyak pembuat
kebijakan yang berbeda, mereka telah menjadi lebih menerima tuntutan
dari penduduk setempat," kata Srisompob.
Walikota Yala,
Pongsak Yingcharoen, mengatakan pembicaraan ini mengangkat harapan,
jadi sekarang mereka mencoba untuk lebih memahami proses perdamaian
ini," kata Pongsak.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan