ANAK JANTAN DARI PATANI
By : Imaduddin Bahy (Mr.JR)
(Mr.JR) Hakikat seorang manusia adalah mereka dilahirkan dengan berbagai perasaan seperti, kasih sayang, kebencian, perasaan malu, perasaan marah, dan perasaan takut. Mr. JR sangat tertarik untuk menceritakn satu kisah tentang anak kecil di Patani yg baru berusia 7 tahun. Kenapa Mr. JR ingin menceritakan tentang anak ini adalah karena anak ini tidak normal atau tidak seperti kebiasaan anak-anak lain. Yang menjadikan anak ini tidak normal adalah karena dia dilahirkan tanpa rasa takut, atau mungkin rasa takutnya hilang setelah suatu peristiwa.
Sebelum berlakunya peristiwa bersejarah bagi orang Patani yaitu peristiwa di Ta’Bai yang telah memakan korban yang sangat ramai, umat melayu sebelum itu hidup dalam keadaan lalai. Orang Patani di kenali sebagai orang darah panas yaitu orang yang mudah marah jika keluarga mereka ‘disentuh’ dan juga berani. Inilah yang menjadi masalah bagi orang Patani pada zaman dahulu. Karena faktor inilah berlaku pembunuhan sesama melayu dimana-mana hanya karena alasan yang kecil contohnya, perebutan kawasan, untuk menunjukkan siapa lebih kuat, berselisih faham, dan ini semua karena sifat ‘Panas dalam’ itu tadi.
Pada suatu hari, terdengar bunyi tembakan di sebuah kampong di Narahtiwat. Lalu para warga kampong bergegas untuk melihatnya, ternyata Pok Loh yang tertembak dan langsung meninggal di tempat kejadian. salah seorang warga kampong bernama Sening yang sempat melihat kejadian itu berkata : ‘aku melihat Amat yang menembak dan dia lari ke arah hutan. Dan anak kepada si mati ini berusia tujuh tahun yang baru saja pulang dari sekolah, dia melihat orang yang sangat ramai dirumahnya. Lalu dia bertanya kepada bapa saudaranya yang duduk di tangga. ‘kenapa orang ramai di rumah kita ni Amin?’ Bapa saudaranya menjawab dengan suara yang ge,mentar dan agak kaku ‘bapamu telah meninggal!’ Tanpa sedikit suara pun dia lantas mengeluarkan air mata dan langsung berlari ke dalam rumah melihat mayat bapanya yg sedang dimandikan. Dia pun bertanya kepada orang yang sedang memandikan arwah bapanya ‘kenapa kepala ayah hancur begitu?’ Mereka pun menjawab ‘ayahmu ditembak’. ‘Siapa yang menembak’, balasnya lagi. Sudah lah, tak perlu kamu tahu, kamu masih kecil, bersabarlah’. ‘Ali cuma mau tahu’ jawabnya lagi. Pak Amat yang tembak’ kata mereka. Dia langsung mencium dahi bapanya yang masih berlumuran darah dan berkata ‘ayah tidurlah, Amin akan tembak dia pula untuk ayah’. Mereka yang mendengar Cuma menggelengkan kepala dan diam.
Setelah keesokan harinya dia pulang dari sekolah lansung masuk ke kamar ayahnya dan mengambil senapan ayahnya di atas almari. Karena kekuatan anak berusia 7 tahun ini belum mampu untuk mengangkat sebuah senapan, dia menarik senapan itu meleret ketanah hingga sampailah dia kerumah si pembunuh bapanya dan terus bersembunyi disebalik semak belukar. Dia mengangkat muncung senjatanya dan cagakkan kebuah pohon kecil yang berhadapan dengan pintu rumah si pembunuh bapanya itu tadi. Dari tengah hari hingga hamper tiba waktu maghrib dia menunggu akhirnya orang yang dinantinya pun keluar untuk ke mesjid. Tanpa berfikir panjang dia langsung membidik sasarannya dan menembak si pembunuh itu. Akhirnya hajatnya tercapai dan meninggallah Amat. Anak kecil pun pulang kerumah. Dalam perjalanan pulang dia singgah di rumah bapa saudaranya dan senanpan itu dia tinggalkan di tangga karena terlalu berat baginya untuk mengankat naik kerumah. Diapun memberitahu bahwa dia telah membunuh Amat. Tapi bapa saudaranya langsung tidak mempercayai kata-kata anak itu. Tanpa banyak bicara dia pun pulang kerumah dan meletakkan senapan itu ke bawah tangga rumahnya. Dia mengabari berita itu pada ibu dan kakaknya. Mereka seolah-olah ragu untuk mempercayainya atau tidak. Sehinggalah keesokan harinya, bapa saudaranya datang kerumah dengan membawa berita kejadian. Barulah mereka semua terkejut dan langsung melihat senanpan ayahnya ternyata tiada di tempat.
Ini adalah kisah benar yang telah ditukar nama dan ditukar bentuk bahasanya. Kesimpulan dan pengajaran dari cerita ini adalah bahwa betapa nekad dan beraninya anak ini melakukan tindakan seperti itu demi membela haknya yaitu keluarganya. Memang cara yang diambilnya salah dan membabi buta tapi inilah sifat nan sikap si anak kecil, dan cobalah kita perhatikan disisi baiknya yaitu tanpa rasa takut dan nekad dia telah membela hak dan maruah keluarganya. Dari Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat ke 22.’ Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu’. Kita sebenarnya wajib membela hak kita dan jangan sesekali membenarkan mereka merampas kebebasan, harta, dan nyawa saudara-saudara kita yaitu kamu muslimin sekalian. Telah dinyatakan dalam Al-Qur’an surah An-Nisaa’ ayat 75 ‘Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (Membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!."
Jelaslah saudaraku sekalian bahwa siapa dan kenapa kita hidup di dunia ini.
Percayalah bahwa setiap bangsa perlukan pejuang
karena setiap kemenangan memerlukan pahlawan
Untuk sebuah cita dan kejayaan perlukan perjuangan
Demi sebuah keyakinan kilatan pedang diperlukan
Karena untuk agama selalu ada pembela.
Jeritan Rakyat
Sebelum berlakunya peristiwa bersejarah bagi orang Patani yaitu peristiwa di Ta’Bai yang telah memakan korban yang sangat ramai, umat melayu sebelum itu hidup dalam keadaan lalai. Orang Patani di kenali sebagai orang darah panas yaitu orang yang mudah marah jika keluarga mereka ‘disentuh’ dan juga berani. Inilah yang menjadi masalah bagi orang Patani pada zaman dahulu. Karena faktor inilah berlaku pembunuhan sesama melayu dimana-mana hanya karena alasan yang kecil contohnya, perebutan kawasan, untuk menunjukkan siapa lebih kuat, berselisih faham, dan ini semua karena sifat ‘Panas dalam’ itu tadi.
Pada suatu hari, terdengar bunyi tembakan di sebuah kampong di Narahtiwat. Lalu para warga kampong bergegas untuk melihatnya, ternyata Pok Loh yang tertembak dan langsung meninggal di tempat kejadian. salah seorang warga kampong bernama Sening yang sempat melihat kejadian itu berkata : ‘aku melihat Amat yang menembak dan dia lari ke arah hutan. Dan anak kepada si mati ini berusia tujuh tahun yang baru saja pulang dari sekolah, dia melihat orang yang sangat ramai dirumahnya. Lalu dia bertanya kepada bapa saudaranya yang duduk di tangga. ‘kenapa orang ramai di rumah kita ni Amin?’ Bapa saudaranya menjawab dengan suara yang ge,mentar dan agak kaku ‘bapamu telah meninggal!’ Tanpa sedikit suara pun dia lantas mengeluarkan air mata dan langsung berlari ke dalam rumah melihat mayat bapanya yg sedang dimandikan. Dia pun bertanya kepada orang yang sedang memandikan arwah bapanya ‘kenapa kepala ayah hancur begitu?’ Mereka pun menjawab ‘ayahmu ditembak’. ‘Siapa yang menembak’, balasnya lagi. Sudah lah, tak perlu kamu tahu, kamu masih kecil, bersabarlah’. ‘Ali cuma mau tahu’ jawabnya lagi. Pak Amat yang tembak’ kata mereka. Dia langsung mencium dahi bapanya yang masih berlumuran darah dan berkata ‘ayah tidurlah, Amin akan tembak dia pula untuk ayah’. Mereka yang mendengar Cuma menggelengkan kepala dan diam.
Setelah keesokan harinya dia pulang dari sekolah lansung masuk ke kamar ayahnya dan mengambil senapan ayahnya di atas almari. Karena kekuatan anak berusia 7 tahun ini belum mampu untuk mengangkat sebuah senapan, dia menarik senapan itu meleret ketanah hingga sampailah dia kerumah si pembunuh bapanya dan terus bersembunyi disebalik semak belukar. Dia mengangkat muncung senjatanya dan cagakkan kebuah pohon kecil yang berhadapan dengan pintu rumah si pembunuh bapanya itu tadi. Dari tengah hari hingga hamper tiba waktu maghrib dia menunggu akhirnya orang yang dinantinya pun keluar untuk ke mesjid. Tanpa berfikir panjang dia langsung membidik sasarannya dan menembak si pembunuh itu. Akhirnya hajatnya tercapai dan meninggallah Amat. Anak kecil pun pulang kerumah. Dalam perjalanan pulang dia singgah di rumah bapa saudaranya dan senanpan itu dia tinggalkan di tangga karena terlalu berat baginya untuk mengankat naik kerumah. Diapun memberitahu bahwa dia telah membunuh Amat. Tapi bapa saudaranya langsung tidak mempercayai kata-kata anak itu. Tanpa banyak bicara dia pun pulang kerumah dan meletakkan senapan itu ke bawah tangga rumahnya. Dia mengabari berita itu pada ibu dan kakaknya. Mereka seolah-olah ragu untuk mempercayainya atau tidak. Sehinggalah keesokan harinya, bapa saudaranya datang kerumah dengan membawa berita kejadian. Barulah mereka semua terkejut dan langsung melihat senanpan ayahnya ternyata tiada di tempat.
Ini adalah kisah benar yang telah ditukar nama dan ditukar bentuk bahasanya. Kesimpulan dan pengajaran dari cerita ini adalah bahwa betapa nekad dan beraninya anak ini melakukan tindakan seperti itu demi membela haknya yaitu keluarganya. Memang cara yang diambilnya salah dan membabi buta tapi inilah sifat nan sikap si anak kecil, dan cobalah kita perhatikan disisi baiknya yaitu tanpa rasa takut dan nekad dia telah membela hak dan maruah keluarganya. Dari Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat ke 22.’ Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu’. Kita sebenarnya wajib membela hak kita dan jangan sesekali membenarkan mereka merampas kebebasan, harta, dan nyawa saudara-saudara kita yaitu kamu muslimin sekalian. Telah dinyatakan dalam Al-Qur’an surah An-Nisaa’ ayat 75 ‘Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (Membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!."
Jelaslah saudaraku sekalian bahwa siapa dan kenapa kita hidup di dunia ini.
Percayalah bahwa setiap bangsa perlukan pejuang
karena setiap kemenangan memerlukan pahlawan
Untuk sebuah cita dan kejayaan perlukan perjuangan
Demi sebuah keyakinan kilatan pedang diperlukan
Karena untuk agama selalu ada pembela.
Jeritan Rakyat
Tiada ulasan:
Catat Ulasan