Khamis, 8 Mac 2012

فطاني دارالسلام كايا دغن ميق دان فيتروليوم

Petroleum Geology of the Gulf of Thailand
Introduction

The Gulf of Thailand contains several structurally complex trans-tensional basins. These are made up of asymmetrical grabens filled with non-marine to marginal marine Tertiary sediments as old as Eocene. Underlying the graben sediments are a variety of Paleozoic marine carbonates, granitic intrusive rocks, and metasediments. Many of the basins contain thick sequences of oil-prone source rocks, but the limited lateral extent of these deposits, combined with vatiations in heat flow and depth of burial of the source rocks, causes the distribution of hydrocarbons to be complex and difficult to predict. Numerous exploration opportunities remain, but the outlook is for a large number of smaller discoveries. The Thai Department of Mineral Fuels maintains a current concession map of the Gulf of Thailand.


Gulf of Thailand Basins


Regional Overview

The regional pattern of the grabens and related faults strongly suggests that the grabens in the Gulf of Thailand are the result of the collision of India with Central Asia that began in Eocene time. The collision forced the area to the west of the Gulf of Thailand to the north and west relative to the area to the east, causing grabens and strike-slip faults with right- lateral movements, as well as en-echelon normal faults trending generally north-south. A similar structural picture has been mapped onshore Thailand.

The only modern Southeast Asian analogue to the Gulf of Thailand basins during Tertiary time is the Tonle Sap area in Cambodia. This large lake is today being filled with lacustrine sands and shales and in places with fresh-water limestones. These lacustrine shales are sufficiently rich in organic matter to be excellent oil source rocks. The reason that most hydrocarbon production in the Gulf of Thailand is gas is the combination of deep burial and high thermal gradients. Because the source units are not laterally extensive, they are absent on the basin flanks where they would be in the oil window.

Not all basins in the Gulf of Thailand have adequate lacustrine source rocks. An important factor in the deposition of lacustrine shale source rocks is that the lake in question should have a limited sediment supply relative to the rate of subsidence, so an open lake can form. In the Gulf of Thailand, the sediment supply was probably controlled by the river systems in existence during the Tertiary. The thick source rock sequences of the Chumpon, Kra and North Pattani Basins indicate that the Paleo Chao Phraya River system probably bypassed them.

Migration of hydrocarbons in rift basins tends to be lateral in the central parts but nearly vertical along the basin margins. The major reason for this is that the basin-bounding faults are usually active over much of the basin’s history, which causes many normal and strike-slip faults to form that serve as barriers for lateral migration of hydrocarbons. In the central parts of the basins, faults are scarcer and turbidite distributary fan lobes act as conduits for hydrocarbon migration toward the basin margins.
Carbon dioxide content is a common problem in gas reservoirs in the Gulf of Thailand. This problem occurs intermittently from the Malaysia-Thailand Joint Development Area in the south all the way to Jasmine Field in the north. The problem is not unique to the deepest parts of the basins, suggesting that it may be due to overmature source rocks in the Pre-Tertiary section.
Malay Basin

The Malay Basin is a major oil-producing basin offshore peninsular Malaysia, but yields mostly gas in Thailand. The Thai portion of the Malay Basin includes the Bongkot Gas Field, Thailand’s largest, as well as recent major gas discoveries in the Arthit area that have added substantially to Thailand’s gas reserve base. The Malay Basin has more marine influence than the Pattani Basin. Although large voumes of oil are produced from this basin in Malaysia, the only oil production on the Thai side is from oil rims in shallow gas reservoirs in the northern part of Bongkot Field. These have been developed with horizontal wells.

The deepest part of the Malay Basin is beneath the southern part of Bongkot Field and the Malaysia-Thailand Joint Development Area. In these areas, carbon dioxide content is a problem in most gas reservoirs. The carbon dioxide content is highly variable but, as a general rule, deeper reservoirs and those further south tend to have higher carbon dioxide content.

The northern part of the Bongkot Field is a north-south trending trans-tensional structure similar to the Erawan Field in the Pattani Basin, but the structural style changes to the south because of a component of north-south compression. Fields such as Muda in the Joint Development Area have multiple structural culminations along an east-west trend. Many of the oil fields offshore Malaysia display this same structural style.

Pattani Basin

http://www.ambranews.com/english/petroleum-geology-of-the-gulf-of-thailand/#more-2701

Rabu, 7 Mac 2012

كوجولق فطاني دارالسلام دمات جنديكاوان مليسيا

Gejolak Pattani di Mata Cendikiawan Malaysia
Laporan oleh: Anton Sumantri

Tidak banyak yang tahu bahwa muslim Patani pernah menjadi sebuah kerajaan Islam di daerah yang kini menjadi bagian dari Thailand. Tidak pula banyak yang tahu bahwa muslim Patani terpaksa menjadi bagian dari Thailand. Sejarah Patani yang kini tak banyak diketahui saudara sesama muslim dunia, khususnya di Asia Tenggara tak lepas dari kontribusi pemerintah Thailand.
“Sejarahnya, dahulu pada 1457, daerah Patani (sekarang menjadi Pattani) yang mayoritas adalah Melayu muslim, merupakan kerajaan Islam. Kondisi Patani tersebut sama seperti daerah tetangganya Perlis, Kelantan, dll. di daerah Malaysia Utara. Namun pada 1875 Patani diduduki Thailand. Kemudian datanglah Inggris ke semenanjung Malaka. Dalam perjanjian antara Inggris dengan Thailand, Patani menjadi bagian dari Thailand. Sedangkan Perlis dll, menjadi bagian dari jajahan Inggris (sekarang Malaysia). Muslim Patani tidak mempunyai pilihan, mereka dipaksa menjadi bagian dari kerajaan Siam (Thailand). Sejak itu terjadi pergolakan di daerah Pattani hingga sekarang, karena menurut sejarah, muslim Patani dijajah oleh kerajaan Siam,” ungkap Mr. Mahamad Ahmad (Universiti Kebangsaan Malaysia) mengawali pembicaraan.
Perbincangan mengenai muslim Patani di daerah Pattani (Thailand selatan) tersebut tertuang dalam Seminar Antar Bangsa “The Recent Development of the South Thailand: A Political Communication Perspective” dilakukan di Aula Moestopo, Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom), Unpad kampus Jatinangor. Seminar yang dipandu oleh Dra. Siti Karlinah, M.Si., tersebut menghadirkan Mr. Prof. Dato’ Dr. Nik Anuar Nik Mahmud (Institut Alam dan Tamadun Melayu, UKM), Mr. Dr. Nik Mat bin Hadji Seri (Universiti Islam Antar Bangsa), Mr. Lili Yulyadi Arnakim (Fakulti Sastera dan Sains Sosial Universiti Malaya), Mr. Mahamad Ahmad (Universiti Kebangsaan Malaysia) sebagai pembicara. Terlihat Guru Besar Fikom, Prof. Dr. Hj. Nina Syam, Pembantu Ketua Program Fikom Kampus Bandung, Dra. Hj. Kismiyati El Karimah, M.Si., dan sejumlah sivitas akademika Unpad hadir mengikuti seminar ini.
Beranjak dari sejarah tersebut, terjadi banyak sekali pergerakan untuk membebaskan Patani dari cengkeraman Thailand. Hal ini memunculkan berbagai kelompok pergerakan yang umumnya dimotori oleh ulama Patani. Namun menurut Dr. Nik Mat bin Hadji Seri, setidaknya ada 3 golongan ulama. Ulama yang pertama adalah mereka yang terjun langsung mengangkat senjata. “Di siang hari, mereka berprofesi sebagai pendidik, pengacara, pebisnis atau profesi lainnya. Namun pada malam hari mereka menenteng senjata dan terjun langsung ke medan pertempuran” jelasnya.

Ulama yang kedua adalah mereka yang pro terhadap pemerintah Thailand. Hal ini dilandasi prinsip bahwa mereka tidak merasa ditindas oleh kerajaan Siam. “Thailand menganut sistem bebas menganut agama apapun. Ritual peribadatan juga dibolehkan di sana. Kemudian tipe ulama yang ketiga adalah mereka yang berada di antara dua kelompok ulama lainnya. Mereka akan bereaksi menentang pemerintah Thailand jika terjadi pembantaian terhadap muslim. Namun mereka akan diam jika merasa tidak terjadi apa-apa,” sambungnya. Dari penelitian yang dilakukannya, Dr. Nik Mat menemukan fakta bahwa tidak ada seorangpun yang secara terang-terangan mengaku menjadi pejuang, perjuangan dilakukan secara sembunyi-sembunyi (underground).
Dr. Nik Mat juga menambahkan, ciri-ciri dari kelompok ulama pertama adalah, mereka menitikberatkan pada ajaran-ajaran (ayat-ayat) yang mengandung Jihad. Mereka juga menolak pembangunan atau rencana pembangunan dari pemerintah Thailand. Kelompok ulama ini menjunjung tinggi pejuang-pejuang revolusi dunia, salah satu contohnya adalah Presiden pertama RI, Ir. Soekarno. Kelompok kedua, mereka memilih bekerja sama dengan Thailand, bahkan tidak jarang menjadi kaki tangan kerajaan Siam ketika ada rencana pembangunan di Provinsi Pattani. Mereka berpendirian bahwa Islam menjunjung tinggi perdamaian, sehingga menghindari konflik dengan pemerintah. Sementara itu, kelompok ketiga berada di antara kedua kelompok sebelumnya. Mereka setuju pada kelompok pertama dan kedua, namun mereka juga menghindari konflik dengan kedua kelompok ulama lainnya.
Sementara itu, Prof. Dato’ Dr. Nik Anuar Nik Mahmud (Institut Alam dan Tamadun Melayu, UKM) mengatakan, selama ini terjadi banyak pertumpahan darah di bumi Patani, namun tidak diberitakan. Hal ini tak lepas dari peran pemerintah Thailand yang mengatur laju informasi di Thailand. “Baru-baru ini pada 8 juni 2009, terjadi pembantaian terhadap muslim Patani. Mereka dibunuh ketika sedang shalat di Masjid Al-Furqon, Kampong Air Tempayan, Narathiwat, Pattani. Tentu saja tragedi berdarah ini menuai gejolak di Pattani. Rupanya informasi pembantaian ini terdengar oleh Organization of Islamic Conference (OIC) dan pihak OIC mengutuk tindak kekerasan tersebut dan meminta pemerintah Thailand untuk mengusut tuntas kasus ini.” paparnya.
Lili Yulyadi Arnakim (Fakulti Sastera dan Sains Sosial Universiti Malaya) mengatakan, dari penelitian yang dilakukannya mengenai persepsi masyarakat muslim terhadap konflik di Thailand selatan itu menunjukkan hasil yang mencengangkan. “Hampir 70% responden tidak tahu adanya konflik di Pattani. Padahal responden saya dari kalangan mahasiswa, akademisi, birokrat dan peneliti. Sedangkan 30% yang mengaku tahu adanya masalah di Pattani, menganggap bahwa hal itu adalah masalah internal negara tersebut. Malaysia sendiri tahu, namun mereka tidak membantu” ujarnya. Hal ini sangatlah kontras jika dibandingkan dengan perhatian muslim dunia untuk membebaskan tanah Palestina. Menurutnya, dampak dari konflik yang terjadi di Pattani tersebut mengakibatkan gelombang pengungsi yang tidak sedikit. Di Trengganu, Malaysia juga terdapat lebih dari 20.000 orang pengungsi Melayu dari Thailand selatan. Selain itu terdapat 50-100.000 jiwa yang diketahui mempunyai kartu identitas ganda, Malaysia dan Thailand. Di Pattani sendiri kerukunan antar agama menjadi sangat jarang terlihat. Seperti yang dicontohkan Lili bahwa dahulu, muslim Patani sering memberikan makanan kepada para Biksu. Namun kini hal itu tidak terjadi.
Menurut Prof. Dato’ Dr. Nik Anuar, satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi konflik yang berkepanjangan di Patani adalah dengan mengadakan jajak pendapat atau pemungutan suara. “Self-Determination atau pemungutan suara harus dilakukan, namun perlu adanya pihak ketiga yang memprakarsai hal ini. Selama ini belum ada pihak ketiga yang mengambil jalan tengah itu karena informasi yang berhasil keluar mengenai keadaan muslim Patani sangat terbatas. Pemungutan suara akan memunculkan keinginan murni dari muslim Patani mengenai nasib dan masa depan mereka” jelasnya. (eh)*


الثورة الفطانية + الثورة السورية ......= الثورة المباركة    الله أكبر

Ahad, 4 Mac 2012

سراتيجي فرغ " شون ظو " فرغ 100 كالي منغ 100 كالي

|| Strategi Perang Sun Tzu (lanjutan) ||

Terjemahan pertama dalam bahasa perancis muncul di paris pada tahun 1782. Kemunculannya bertepatan dengan gejolak sejarah yg melanda negeri itu setelah meletusnya revolusi perancis. Karena itu tak berlebihan bila ada yg mengatakan bahwa Art of War ini adalah senjata rahasia napoleon dalam menaklukkan eropa. Pendapat itu dapat dimaklumi. Perang - perang yg dilancarkan napoleon sangat mengandalkan mobilitas pasukan, Dan strategi sun tzu juga bertumpu pada aspek mobilitas tersebut.


Seni Perang Sun Tzu bagian pertama:

1. Seni perang sangat penting bagi negara. Ini menyangkut masalah hidup dan mati, satu jalan (tao) menuju keselamatan atau kehancuran.

2. Kenalilah musuhmu, kenalilah diri sendiri. Maka kau bisa berjuang dalam 100 pertempuran tanpa risiko kalah. Kenali Bumi, kenali Langit, dan kemenanganmu akan menjadi lengkap.

3. Sang jenderal adalah pelindung Negara. Ketika sang pelindung utuh, tentu negaranya kuat. Kalau sang pelindung cacat, tentu negaranya lemah.4. Gunakanlah kekuatan normal untuk bertempur. Gunakan kekuatan luar biasa untuk meraih kemenangan.

5. Kemungkinan menang terletak pada serangan. Mereka yang menduduki medan pertempurannya lebih dulu dan menantikan musuhnya, akan memperoleh kemenangan.

6. Kecepatan adalah inti perang. Yang dihargai dalam perang adalah kemenangan yang cepat, bukan operasi militer berkepanjangan.

7. Ketika sepuluh lawan satu, kepunglah. Ketika lima lawan satu, seranglah. Ketika dua lawan satu, bertempurlah. Ketika seimbang, pecah belahlah. Ketika lebih sedikit, bertahanlah. Ketika tidak memadai , hindarilah.

8. Mengetahui kapan seseorang dapat dan tidak dapat bertempur adalah kemenangan.

9. Mengetahui cara menggunakan yang banyak dan yang sedikit adalah kemenangan.

 10. Atasan dan bawahan yang menginginkan hasrat yang sama adalah kemenangan.


Seni Perang Sun Tzu bagian kedua:

 11. Bersikap siap dan menunggu musuh yang tidak siap adalah kemenangan.

 12. Sang jenderal yang mampu dan sang raja yang tidak campur tangan adalah kemenangan.

 13. Kondisi tak terkalahkan terdapat pada diri sendiri. Kondisi dapat ditaklukkan terdapat pada musuh. Demikianlah yang terampil dapat menjadikan diri mereka tak terkalahkan. Mereka tidak bisa menjadikan musuh dapat ditaklukkan.

 14. Militer yang menang sudah menang lebih dulu, baru bertempur. Militer yang kalah bertempur dulu, baru mencari kemenangan.

 15. Pertama, ukurlah panjangnya. Kedua, ukurlah volumenya. Ketiga, hitunglah. Keempat, timbanglah. Kelima, adalah kemenangan. Bumi melahirkan panjang. Panjang melahirkan volume. Volume melahirkan hitungan. Hitungan melahirkan timbangan. Timbangan melahirkan kemenangan.

 16. Melawan yang banyak sama seperti melawan yang sedikit. Itu hanya soal bentuk dan nama.

 17. Pertempurannya kacau, tetapi tidak seorang pun tidak takluk, pada kekacauan. Kekacauan lahir dari keteraturan. Kepengecutan lahir dari keberanian. Kelemahan lahir dari kekuatan. Keteraturan dan kekacauan adalah soal menghitung. Keberanian dan kepengecutan adalah soal shih. Kekuatan dan kelemahan adalah soal bentuk.

 18. Tentang sifat pepohonan dan batu–batuan. Ketika tenang, mereka diam. Ketika marah, mereka bergerak. Ketika persegi, mereka berhenti Ketika bundar, mereka bergerak. Mengerahkan orang –orang ke pertempuran adalah seperti menggelindingkan batu-batuan bundar dari sebuah gunung setinggi seribu jen.

 19. Seseorang yang mengambil posisi lebih dulu di medan pertempuran dan menantikan musuhnya, tenang. Seseorang yang mengambil posisi belakangan di medan perang dan tergesa-gesa bertempur, ia harus bekerja keras. Demikianlah seseorang yang terampil bertempur memanggil lawannya, dan bukan dipanggil oleh mereka.


Seni Perang Sun Tzu bagian ketiga:

 20. Untuk membuat musuh datang atas kemauan sendiri, tawarkan mereka keuntungan. Untuk mencegah datangnya musuh, lukai mereka. Demikianlah seseorang dapat membuat musuh bekerja keras sementara ia sendiri tenang dan membuat musuh kelaparan sementara ia sendiri kenyang.

 21. Kejarlah rancangan-rancangan strategis untuk membuat musuh takjub. Maka kau bisa merebut kota-kota musuh dan menggulingkan negaranya.

 22. Untuk menempuh jarak seribu mil tanpa takut, tempuhlah jalan yang tak berpenghuni.

 23. Untuk menyerang dan pasti merebutnya, seranglah di mana mereka tidak bertahan.

 24. Untuk bertahan dan pasti tetap teguh, bertahanlah di mana mereka pasti menyerang.

 25. Demikianlah kalau seseorang terampil menyerang, musuh tidak tahu di mana ia harus bertahan. Kalau seseorang terampil bertahan, musuh tidak tahu di mana ia harus menyerang.

 26. Jenderal yang terampil akan membentuk lawannya, sementara ia sendiri tanpa bentuk.

 27. Siapkan di bagian depan,maka yang belakang lemah. Siapkan di bagian kiri, maka yang kanan lemah. Di mana-mana siap, di mana-mana lemah.

 28. Tak ada yang lebih sulit daripada menyiapkan pasukan.

 29. Sebuah pasukan tanpa kereta bagasi, akan kalah. Tanpa gandum dan makanan, kalah. Tanpa persedian, kalah.


Seni Perang Sun Tzu bagian keempat:

 30. Gesit seperti angin, Lamban seperti hutan. Menyerbu dan menjarah seperti api. Tak bergerak seperti gunung. Sulit dikenal seperti yin. Bergerak seperti Guntur.

 31. Ketika menjarah desa, bagikanlah pada orang banyak. Ketika memperluas wilayah, bagilah keuntungannya. Timbanglah itu dan bertindaklah.

 32. Karena mereka tak dapat mendengar satu sama lain, mereka membuat genderang dan lonceng. Karena mereka tak dapat saling melihat, mereka membuat bendera serta spanduk.

 33. Dalam pertempuran di siang hari, gunakanlah lebih banyak bendera dan spanduk. Dalam pertempuran di malam hari, gunakanlah lebih banyak genderang dan lonceng. Genderang dan lonceng, bendera dan spanduk adalah alat seseorang menyatukan telinga dan mata orang-orangnya.

 34. Begitu pasukan disatukan dengan erat, yang berani tidak berkesempatan maju sendirian, yang pengecut tidak berkesempatan mundur sendirian. Inilah metode menggunakan pasukan dalam jumlah besar.

 35. Bagi seorang jenderal ada lima bahaya – bertekat mati, ia bisa tewas; bertekat hidup, ia bisa tertangkap; cepat marah, ia bisa dihasut; murni dan jujur, ia bisa dipermalukan; mengasihi orang banyak, ia bisa dibuat jengkel. Kelimanya adalah bencana dalam militer.

 36. Gunakan keteraturan untuk menantikan kekacauan. Gunakan ketenangan untuk menantikan kebisingan. Inilah yang dimaksud dengan mengatur hati dan pikiran.

 37. Gunakan yang dekat untuk menunggu yang jauh, gunakan yang santai untuk menunggu yang bekerja keras. Gunakan yang kenyang untuk menunggu yang lapar. Inilah yang dimaksud dengan mengatur kekuatan.

 38. Jangan bertempur dengan pasukan yang teratur, jangan memukul formasi–formasi yang kuat. Inilah yang dimaksud dengan mengatur perubahan.

 39. Jangan hadapi mereka ketika mereka berada di bukit yang tinggi. Jangan melawan mereka sementara mereka membelakangi gundukan. Jangan mengejar mereka
 ketika mereka berpura–pura kalah. Berikan jalan keluar bagi prajurit–prajurit yang dikepung. Jangan menghalangi prajurit yang mau pulang.


Seni Perang Sun Tzu bagian kelima:

 40. Di tanah terbuka, janganlah berkemah, di tanah persimpangan, bergabunglah dengan para sekutu. Di tanah penyeberangan, jangan lama–lama. Di tanah tertutup, susunlah strategi. Di tanah kematian, bertempurlah sampai mati.

 41. Ada jalan–jalan yang hendaknya tidak ditempuh, ada pasukan–pasukan yang hendaknya tidak digempur. Ada kota – kota yang hendaknya tidak diserang. Ada tanah–tanah yang hendaknya tidak diperebutkan. Ada perintah–perintah yang berdaulat yang hendaknya tidak diterima.

 42. Kalau menurut Tao pertempuran ada kemenangan yang pasti, sementara sang raja melarang bertempur, jelas seseorang tetap bisa bertempur. Kalau menurut Tao pertempuran tak ada kemenangan, sementara sang raja menyuruh bertempur, seseorang tidak boleh bertempur.

 43. Rencana–rencana orang bijak pasti mencakup keuntungan dan bahaya. Mencakup keuntungan. Sehingga pelayanannya dapat dipercayai.

 44. Jangan ulangi cara–cara meraih kemenangan.

 45. Komandan yang andal dalam perang meningkatkan pengaruh moral dan patuh kepada hukum serta peraturan. Demikianlah ia berkuasa mengendalikan sukses


Seni Perang Sun Tzu bagian keenam:

 46. Adalah urusan seorang jenderal untuk tidak banyak bicara, sehingga lebih dapat menyimak.

 47. Komandan yang baik akan mencari kebajikan dan berusaha mendisiplinkan diri sesuai dengan hukum, agar dapat mengendalikan keberhasilannya.

 48. Sang pemenang adalah mereka yang tahu menggunakan strategi langsung dan strategi tidak langsung.

 49. Kegesitan itu unggul. Tunggangilah ke tidak mampuan lawan. Tempuhlah jalan yang tidak disangka–sangka. Seranglah di mana ia tidak siap.

 50. Seseorang yang terampil menggunakan militer dapat disamakan dengan shuai–jan. Shuai–jan adalah seekor ular dari Gunung Heng. Pukullah kepalanya, maka ekornya tiba. Pukullah ekornya, maka kepalanya tiba. Pukullah bagian tengahnya, maka kepala maupun ekornya tiba.

 51. Kalau seseorang bertindak konsisten untuk melatih orang banyak, maka orang banyak itu akan tunduk. Kalau seseorang bertindak tidak konsisten untuk melatih orang banyak, maka orang banyak itu takkan tunduk. Seseorang yang bertindak konsisten itu serasi dengan orang banyak.

 52. Seorang jenderal mewakili nilai nilai kebaikan dari kebijaksanaan, ketulusan, kemurahan hati, keberanian, dan kedisiplinan.

 53. Jenderal yang baik mengikat pasukannya. Ikatlah mereka dengan perbuatan. Janganlah memerintah mereka dengan perkataan. Ikatlah mereka dengan bahaya. Janganlah memerintah mereka dengan keuntungan. Persulitlah mereka di tanah kepunahan, toh mereka tetap selamat. Tenggelamkanlah mereka di tanah kematian, toh mereka tetap hidup. Orang banyak ditenggelamkan ke dalam bahaya. Toh mereka dapat mengubah kekalahan menjadi kemenangan.

 54. Jenderal yang melindungi tentaranya separti bayi akan mendapati mereka mengikutinya sampai ke jurang yang dalam. Jenderal yang memperlakukan tentaranya seperti anaknya yang dikasihi, akan mendapati mereka bersedia mati untuknya.

 55. Jenderal yang cakap membuat prajurit sepenuhnya sepakat dengan pimpinan mereka, sehingga mereka akan mengikutinya sepanjang hidup sampai mati, tanpa merasa takut atas hidup mereka, dan tak gentar terhadap bahaya apa pun.


Seni Perang Sun Tzu bagian ketujuh:

 56. Kalau sesuai dengan keuntungan, bertindaklah. Kalau tidak sesuai dengan keuntungan, berhentilah.

 57. Kalau ada yang bertanya, “Musuh yang besar jumlahnya dan teratur akan mendekat, bagaimanakah aku menantikan dia?” Akan kujawab, “Rebutlah apa yang dicintainya, maka ia akan mendengarkanmu”.

 58. Seranglah pada saat lawan tidak siap. Datanglah pada saat yang tidak diduga.

 59. Jadilah yang pertama menempati yang tinggi. Amankanlah rute persediaanmu.

 60. Pasukan menyuka yang tanah tinggi dan membenci yang rendah, menghargai yang dan mencemooh yin, mempertahankan kehidupan dan mengambil posisi yang mantap. Inilah yang dimaksudkan “pasti menang”. Pasukan ini tak mengalami seratus penindasan.

 61. Janganlah maju dengan angkuh. Cukuplah mengumpulkan kekuatan, mengamati musuh dan menyerangnya. Tetapi, kalau seseorang tidak membuat rencana dan menganggap enteng musuh, ia pasti tertangkap musuhnya.

 62. Mengetahui pasukan dapat menggempur, tetapi tidak mengetahui bahwa musuh tak dapat digempur. Ini hanya separuh kemenangan. Mengetahui bahwa musuh dapat digempur, tetapi tidak mengetahui bahwa pasukan tak dapat menggempur. Ini hanyalah separuh kemenangan. Mengetahui bahwa musuh dapat digempur, mengetahui bahwa pasukan dapat menggempur, tetapi tidak mengetahui bahwa bentuk bumi tak dapat digunakan untuk bertempur. Ini juga hanya separuh kemenangan.

 63. Sang komandan tenang dan tak dapat diduga. Ia menciptakan keteraturan. Ia mengaburkan mata dan telinga pejabat maupun pasukan. Mencegah mereka memilikinya. Ia mengubah-ubah kegiatannya. Ia mengganti-ganti strateginya. Ia mencegah orang memahaminya. Ia ubah perkemahannya. Membuat rutenya memutar. Mencegah orang mendapatkan rencananya.

 64. Ketika saya meraih kemenangan, saya tidak akan mengulangi taktik yang sama, tetapi melihat situasi dengan cara yang tak terbatas. Strategi militer sama seperti air yang mengalir. Seperti air membentuk alirannya mengikuti dataran yang dilewati, pasukan meraih kemenangan. Oleh karena itu, siapa yang dapat memodifikasi taktik berdasarkan keadaan musuh akan meraih kemenangan sejati.

 65. Dalam pertempuran memiliki banyak tentara tidak menjamin kemenangan. Jangan maju bertempur hanya semata-mata mengandalkan kekuatan militer. Setiap orang yang kurang perhitungan dan menganggap enteng musuh dengan menghina dan meremehkan, pada akhirnya akan tertawan sendiri.


Seni Perang Sun Tzu bagian kedelapan

 66. Semakin banyak perencanaan, semakin banyak peluang menang. Semakin sedikit perencanaan, semakin sedikit peluang menang. Lantas, bagaimana jika tanpa perencanaan sama sekali?

 67. Jenderal yang cakap maju berperang tanpa mengharapkan ketenaran, dan mundur tanpa merasa takut dipermalukan. Jenderal yang cakap hanya berusaha melindungi rakyatnya, melayani pemerintahnya. Ia adalah mutiara bangsa yang sangat berharga.

 68. Dapat melihat matahari dan bulan bukanlah pertanda tajamnya penglihatan. Mampu mendengar suara halilintar bukanlah pertanda tajamnya pendengaran. Kemenangan hanya bisa diraih dengan cara-cara yang luar biasa.

 69. Bersekutulah dengan negara tetangga di daerah perbatasan.

 70. Kalau tidak menguntungkan, janganlah bertindak. Kalau tak mungkin menang, janganlah menggunakan pasukan. Kalau tidak dalam bahaya, janganlah bertempur.

 71. Raja tak dapat membangkitkan pasukan hanya dengan murkanya. Jenderal tak dapat bertempur hanya dengan kepahitannya. Kalau sesuai dengan keuntungan, gunakanlah pasukan. Kalau tidak, berhentilah.

 72. Pemerintah yang berpikiran terbuka merencanakan dengan baik. Jenderal yang baik siap melaksanakan rencana tersebut.

 73. Tanpa keharmonisan dalam suatu negara, tidak akan ada ekspedisi militer yang dapat dilakukan. Tanpa keharmonisan dalam barisan tentara, tak ada formasi pertempuran yang dapat dibentuk.

 74. Meraih 100 kemenangan dalam 100 pertempuran bukanlah puncak keterampilan. Menaklukkan musuh tanpa bertempurlah kesempurnaan tertinggi.

 75. Ada lima serangan dengan api. Yang pertama, membakar orang, Yang kedua, membakar toko. Yang ketiga, membakar kereta bagasi. Yang keempat, membakar pabrik senjata. Yang kelima, membakar jalur transportasi.


Seni Perang Sun Tzu bagian ke-sembilan:

 76. Menggunakan api untuk menyerang adalah cerdik. Menggunakan air untuk menyerang juga memberi kekuatan lebih hebat. Tetapi air hanya dapat membagi atau menghalangi lawan, sedangkan api dapat menghancurkan lawan.

 77. Membunuh musuh adalah soal amarah murka. Mengambil makanan musuh adalah keuntungan.

 78. Mata-mata merupakan elemen penting dalam perang, karena di pundak mereka bergantung kemampuan pasukan untuk bergerak.

 79. Tak ada persaudaraan lebih intim dari pada persaudaraan seorang mata-mata. Tak ada upah lebih besar dari pada upah seorang mata–mata. Tak ada urusan lebih rahasia dari pada urusan mata–mata.

 80. Tak ada yang lebih sulit dari pada mengatur maneuver pasukan. Mereka yang bergerak tanpa penghalang akan menang. Mereka yang bisa menggunakan tipu daya akan menang.

 81. Rahasia dari tipu daya adalah mengetahui bagaimana memanipulasi pandangan musuh. Membuat yang jauh kelihatan dekat, dan yang dekat kelihatan jauh.

 82. Jenderal yang baik menghindari musuh yang semangatnya tinggi. Ia menyerang musuh pada saat mereka lelah.

 83. Jangan mengejar gerakan mundur yang fatal. Jangan terpancing umpan musuh.

 84. Ketika mengepung musuh, berikan mereka jalan keluar. Jangan menekan musuh yang sudah tidak berdaya.

 85. Ada lima jenis pengintai yang dapat digunakan. Ada pengintai pribumi, pengintai orang dalam, pengintai yang membelot, pengintai mati, dan pengintai hidup.


Seni Perang Sun Tzu bagian ke-sepuluh:

 86. Kunci memenangkan pertempuran adalah memahami maksud musuh. Konsentrasikan kekuatan di satu arah. Tempuhlah jarak seribu li, dan bunuhlah jenderalnya.

 87. Raja yang dicerahkan, merenungkannya. Jenderal yang baik menindaklanjutinya.

 88. Kemenangan dapat direncanakan. Ketika saya membangun strategi terakhir, haruslah tidak berbentuk dan tidak kelihatan. Tidak berbentuk, sehingga tak diketahui oleh mata-mata paling hebat sekalipun. Tidak kelihatan, sehingga tak dapat dikalahkan oleh penasehat terhebat. Saya mengalahkan musuh dengan mengendalikan situasi, namun musuh tidak tahu bagaimana saya mengawasinya.

 89. Setiap strategi meramalkan kemenangan. Dengan menunggu titik kelemahan musuh sampai mudah diserang, mereka pasti menang.

 89. Jika kita menghormati kekuatan lawan dan dengan tekun mempelajari gerakannya, kita akan menang. Jika kita meremehkan lawan dan tidak memerhatikan arti gerakan–gerakannya, kita akan kalah.

 90. Ada enam kesalahan yang bisa menyebabkan kekalahan; yaitu pengkhianatan, ketidakpatuhan, kesia–siaan, ketergesa–gesaan, kekacauan, dan kekurangmampuan.

 91. Kemiliteran adalah tao penyesatan. Ketika dekat, wujudkan seolah-olah jauh. Ketika jauh, wujudkan seolah–olah dekat. Demikianlah ketika ia mencari keuntungan, pancinglah ia.

 92. Seseorang yang tidak sepenuhnya mengetahui bahaya menggunakan pasukan, tidak mungkin sepenuhnya mengetahui keuntungan menggunakan pasukan.

 93. Tak satu pun dari lima elemen (air, api, kayu, logam, tanah) yang lebih dominan. Tak satu pun dari ke empat musim yang abadi. Hari-hari terkadang lebih panjang dan terkadang lebih pendek. Dan bulan kadang bersinar, kadang redup.

 94. Mengambil seluruh negara itu superior. Menghancurkannya adalah memalukan.

 95. Keunggulan tertinggi adalah kemampuan menembus pertahanan musuh tanpa harus berperang. Pejuang terhebat adalah yang mampu menekan musuh untuk menyerah tanpa perlawanan.

 96. Kemenangan itu dapat dikenal, tetapi tidak dapat dibuat.

 Demikianlah beberapa bagian yang bisa ana share, perlu dipahami bahwa seni dan strategi perang ini bukanlah PATOKAN dalam Al-Jihad Fie Sabilillah. namun tidak ada salahnya memahami dan mempelajari strategi ini agar terciptanya Tsaqofah Qitaliyah di kalangan para mujahidin-mujahidin dunia terkhusus indonesia serta agar senantiasa update mengenai strategi-strategi perang baik kawan maupun lawan..

 Baarakallaahufiikum...

= http://www.facebook.com/note.php?note_id=231891120233435

Khamis, 1 Mac 2012

معنى باطل مغاتكن جهاد ملاون أورغ كافر سباكي جهاد كجيل

Makna Batil Menyebut Jihad Melawan Orang Kafir Sebagai Jihad Kecil

Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menjadikan jihad sebagai puncak amal dalam Islam. Shalawat dan salam semoga terlimpah panglima Mujahidin, Nabi kita Muhammad besera keluarga dan para sahabatnya.
Sesungguhnya pada jihad terdapat masa depan umat Islam. Tanpanya, kaum muslimin terhinakan. Musuh-musuh Islam menyadari hal ini, karenanya mereka senantiasa berusaha mematikan semangat jihad dengan berbagai cara.
Melakukan intimidasi terhadap mujahidin merupakan satu cara yang dilakukan musuh Islam untuk melemahkan semangat jihad umat. Penangkapan, memenjarakan, menghukum mati, dan menembak di tempat digunakan untuk menakut-nakuti para mujahidin melanjutkan perjalannya. Namun bagi mujahidin yang sudah menjual jiwa dan raganya kepada Allah dengan surga, semakin besar ujian di jalan Allah, maka semakin nampak kebenaran jalan yang ditempuh dan semakin dekat pertolongan Allah turun.
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)
Dan ketika pertolongan Allah datang kemenangan umat Islam pasti terealisasikan.
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imran: 160)

Benarkah Jihad Qital (Perang) Adalah Jihad Asghar (Kecil)
Cara lain yang ditempuh musuh-musuh Islam dari kaum kafirin dan munafikin untuk melemahkan semangat jihad adalah dengan menghembuskan syubhat adanya amal lain dalam Islam yang lebih agung dari jihad. Tujuannya, agar umat berpaling dari jihad dan meninggalkannya karena ada yang lebih besar pahala dan keutamaannya.
Jihad qital (berperang) melawan orang kafir dan munafik dikategorikan sebagai jihad kecil. Ada jihad yang lebih besar yang harus mendapat perhatian, yaitu jihad Akbar. Dan maksud dari jihad akbar adalah jihad melawan hawa nafsu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah dalam Majmu’ Fatawanya (Juz 11) mengingkari penamaan jihad qital (berperang) melawan orang kafir sebagai jihad kecil. Manurut beliau, jihad melawan orang kafir merupakan salah satu amal yang paling agung dalam Islam. Bahkan, jihad merupakan amal tathawu’ yang paling utama. Beliau melandaskannya pada beberapa dalil dari Al-Qur’an dan hadits tentang keutamaan jihad:
Firman Allah Ta’ala,
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya satu derajat di atas orang-orang yang duduk. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS. Al-Nisa’: 95)
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang dzalim.” (QS. Al-Taubah: 19)
الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ  يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُمْ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُقِيمٌ  خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا إنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Taubah: 20-22)
Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dan lainnya, dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu 'anhu, ia berkata: “Aku pernah berada di sisi mimbar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu ada seorang laki-laki berkata, ‘Aku tidak peduli, aku tidak akan melakukan pekerjaan apapun sesudah (masuk) Islam kecuali memberi minum pada orang haji’. Lalu di jawab oleh yang lain, ‘Kalau aku tak peduli, aku tidak mengamalkan amalan apapaun setelah (masuk) Islam kecuali memakmurkan Masjidil Haram’. Lalu berkatalah Ali bin Abi Thalib, ‘Berjihad di jalan Allah lebih utama dari semua amal yang kalian katakan itu’,
Kemudian Umar bin Khattab melarang mereka, “Janganlah kalian berbicara keras di sisi mimbar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, tetapi jika sudah selesai shalat (Jum’at) saya akan menanyakannya. Maka bertanyalah Umar kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat ini –QS. Al-Taubah: 19-.”
Diriwayatkan dalam Shahihain, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling utama di sisi Allah 'Azza wa Jalla?” Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Berjhad di jalan Allah.” Dia berkata,”Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyampaikan semua itu kepadaku, dan kalau aku bertanya lagi pasti beliau menambahnya untukku.”
Masih dalam Shahihain, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang amal yang paling utama? Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” beliau menjawab, “Haji mabrur.”
Diriwayatkan dalam Shahihain bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku amal yang menyamai jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Engkau tak akan bisa melaksanakannya atau engkau tak akan kuat.” Dia berkata lagi, “Beritahukan aku tentangnya?” Beliau menjawab, “Apakah engkau mampu, jika seorang mujahid keluar berjihad, engkau berpuasa dan tidak berbuka, shalat dan tidak berhenti?”
Dan dalam Kutub Sunan, dari Mu’adz radhiyallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernahberkata kepadanya, “Maukah aku tunjukkan kepadamu akan pokok urusan, tiang dan puncaknya? Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah jihad, sedangkan puncaknya adalah jihad fi sabilillah.”
Dalil-dalil tentang keutamaan jihad di atas disebutkan oleh Ibnu Taimiyah sesudah beliau mengomentari hadits yang menerangkan bahwa jihad terhadap orang kafir adalah jihad asghar (kecil). Beliau berkata, “Adapun hadits yang diriwayatkan oleh sebagian mereka bahwa beliau shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda pada waktu Perak Tabuk,
رَجَعْنَا مِنْ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ
Kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar,” tidak ada dasarnya dan tidak seorang pun ahli ma’rifat yang meriwayatkannya sebagai perkataan dan perbuatan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Bagaimanapun, jihad melawan kaum kafir adalah termasuk amalan terbesar dan paling utama.” (Majmu’ Al-Fatawa 11/197, dan Al-Furqan Baina Awliya` Ar-Rahman wa Awliya` Asy-Syaithan: 46).
Pernyataan beliau ini, oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Shahihah, seolah-olah menunjukkan bahwa beliau rahimahullaah mengingkari penamaan jihad (berperang melawan orang kafir) sebagai jihad asghar (jihad kecil).

Makna Batil Jihad kecil
Nampak dari lafadz hadits dhaif di atas bahwa yang dimaksud dari jihad kecil adalah jihad qital (perang) melawan orang-orang kafir pada perang Tabuk. Makna ini tertolak karena meremehkan kedudukan jihad fi sabilillah, merendahkan kemuliaannya dalam Islam dan perannya untuk membela eksistensi dan kemuliaan umat Islam ketika mendapat serangan musuh dan kezaliman penguasa tiran lagi sombong.
Nash-nash Al-Qur’an dan sunnah syarifah banyak menyebutkan tentang keutamaan jihad dan kedudukannya yang sangat mulia dalam Islam. Di antara dalil sudah disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam nukilan di atas. Karenanya tidak layak amal jihad yang sangat dimuliakan Islam disebut sebagai jihad kecil.

 
Kedudukan Hadits Jihad Besar dan Jihad Kecil
Kaum yang menomorduakan jihad qital berargumen dengan hadits yang sangat masyhur. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda sewaktu pulang dari perang Tabuk,
رَجَعْنَا مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ . قَالُوْا وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ ؟ قَالَ جِهَادُ الْقَلْبِ
 “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar.” Mereka berkata, “Apakah jihad yang lebih besar itu?” Beliau menjawab, “Jihad hati.” (HR. Al-Baihaqi dalam Az-Zuhd (384) dan Al-Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (Bab Al-Wawi/Dzikr Al-Asma` Al-Mufradah) dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhuma. Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal (biografi Ibrahim bin Abi Ablah Al-Adawi/210) dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (biografi Ibrahim bin Abi Ablah); dari Ibrahim bin Abi Ablah.
Imam As-Suyuthi mengatakan, “Diriwayatkan Ad-Dailami, Al-Baihaqi dalam Az-Zuhd, dan Al-Khathib.”[Jami’ Al-Ahadits (15164)]
Dalam riwayat Al-Khathib disebutkan, bahwa ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabat baru saja dari suatu peperangan, beliau bersabda kepada mereka,
قَدِمْتُمْ خَيْرَ مَقْدَمٍ مِنَ الْجِهَادِ الْأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ الْأَكْبَرِ . قَالُوْا : وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ ؟ قَالَ : مُجَاهَدَةُ الْعَبْدِ هَوَاهُ
Kalian telah kembali ke tempat kedatangan terbaik, dari jihad yang lebih kecil menuju jihad yang lebih besar.” Para sahabat berkata, “Apakah jihad yang lebih besar itu? Nabi bersabda, “Jihad seorang hamba melawan hawa nafsunya.
Derajat Hadits tersebut adalah Dha’if.
Al-Baihaqi berkata, “Hadits ini sanadnya lemah.”
As-Suyuthi menukil dari Ibnu Hajar, “Hadits ini sangat terkenal dan sering diucapkan. Ia adalah perkataan Ibrahim bin Abi Ablah dalam Al-Kunanya An-Nasa`i.”[Ad-Durar Al-Muntatsarah fi Al-Ahadits Al-Musytaharah (1/11)]
Al-Iraqi mendha’ifkan hadits ini dalam Takhrij Ahadits Al-Ihya` (2567).
Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada dasarnya dan tidak seorang pun ahli makrifat yang meriwayatkannya sebagai perkataan dan perbuatan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Bagaimanapun, jihad melawan kaum kafir adalah termasuk amalan yang terbesar dan paling utama.”[ Majmu’ Al-Fatawa: 11/197, dan Al-Furqan Baina Awliya` Ar-Rahman wa Awliya` Asy-Syaithan: 46]
Dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah (2460), Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits mungkar.” Dan dalam Dha’if Al-Jami’ Ash-Shaghir (8510), Al-Albani mendha’ifkannya. (Takhrij hadits dinukil dari tulisan Ust. Abduh Zulfidar Akaha dalam http://abduhzulfidar.blogspot.com)
[PurWD/voa-islam.com]