Rabu, 3 November 2010

Melayu Patani 400 Tahun Silam

Masji Keresik
Melayu Patani 400 Tahun Silam
Dari: Patani Fakta Dan Opini

Bagi sebagian umat, Patani (Selatan Thailand) mungkin hanya sebuah nostalgia negeri Melayu. Orang-orang yang memperhatikan peta Asia Tenggara sekarang akan mengetahui bahwa sebuah negeri Islam yang dulu berjaya kini telah hilang dan tinggal kenangan. Berbeda dengan nasib negeri lainnya seperti Bosnia, Kashmir, Chechnya atau Palestina yang tidak pernah sepi dari pemberitaan. Patani ditakdirkan telah menjadi sebuah negeri yang dilupakan orang, sepi dan tidak naik panggung. Namanya hanya terdapat pada peta dan dokumen lama saja.

Patani 400 Tahun Silam
Tidak pernah berfikir bagaimana bisa mengambarkan bentuk orang Melayu Patani pada zaman silam walaupun terdapat banyak buku-buku mengenai kehidupan orang Melayu Patani, sama ada yang berbahasa Melayu Malaysia atau Indonesia, bahasa Thai, Inggeris dan Perancis.

Masjid Teluk Manak
Dalam majalah Al-Islam Malaysia di tulis oleh Astora Jabat[1] menginvestigasi suatu koleksi ukiran pengembara terkenal Jerman ‘Theodore de Bry of Frankfurt’ yang mengambarkan sebuah ukiran mengenai adat orang Melayu Patani pada masa 400 tahun silam.
De Bry menghasilkan karya seninya di atas suatu jenis kepingan tembaga seketika mereka mengembara keseluruh penjuru dunia termasuk Patani pada abad ke-16. denga kesempatan ini De Bry bisa mengambarkan kehidupan orang Melayu Patani yang terukir dalam koleksi Petits Voyages (Perjalanan Kecil).

Terdapat salah satu antaranya ukiran itu, De Bry mengambarkan kedatangan orang Belanda ke Patani untuk membeli lada hitam dan lain-lain daripada Raja Patani. De Bry tidak menyebut nama raja tersebut, tetapi terdapat suatu ukiran yang lain De Bry dapat mengambarkan satu ukiran yang terdapat seorang raja berupakan perempuan. Raja Patani mengutus penasihatnya yang dikenal sebagai ‘sabander’ (syahbandar) untuk menyambut kedatangan orang Belanda dan mereka dibawa dengan dua ekor gajah ke tengah kota Patani. Rombongan Raja Patani yang menyambut kedatangan orang Belanda itu berpakaian jubah dan berserban, tetapi tidak bersepatu.

Antara ukiran yang berjudul Elephant hunting in Patani, De Bry mengambarkan orang Melayu Patani dalam penangkapan gajah hutan. Para penangkap gajah ada yang berpakaian jubah dan serban, ada yang berpakaian celana tanpa kaus tetapi berserban. Ada juga yang berpakaian hanya tutup kemaluan, punggung dan separuh paha.

Dalam ukiran yang berjudul A procession of the quenn of Pastsni De Bry mengambarkan seorang raja perempuan dengan mengunakan seragam dalam perjalanan bersama dengan pengawai keamanan, bala tentera, dan hambanya (lihat gambar). Manakala pengawai keamanan, bala tentera serta hamba baginda ada yang berpakaian jubah dan serban, ada yang memakai celana dan baju serta bertopi besi.

Dalam ukiran terakhir Be Bry yang berjudul The penaltyof adultery in Patini. Terdapat dalam ukiran ini dengan bisa mengambarkan bahwa orang melayu Patani sedang melaksakan pesta pernikahan, dan bagi mereka melakuan perzinaan dianggap haram dan dihukum bunuh bagi pihak tertuduh oleh keluarga mereka sendiri.



[1] Al-Islam, Desember 2004/Syawal 1425, KDN.P.P.2194/9/2005, Tahun Ke-13 Bil:372, hlm.16.

Sumbur: http://www.facebook.com/home.php?#!/note.php?note_id=160836013939787 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan