Selasa, 5 Julai 2011

Rencana Kampanye Pemilu Partai Politik di Thailand Selatan

Rencana Kampanye Pemilu Partai Politik di Thailand Selatan
by. Patani Fakta Dan Opin
Rencana Kampanye Pemilu Partai Politik di Thailand Selatan:
Partai Demokrat menetapkan 'Zona Pembangunan Khusus' di Selatan, dan Partai oposisi Puea Thai  lebih memilih bentuk 'Desentralisasi' di bahgian Propinsi Selatan.
 
Provinsi-provinsi di Thailand selatan yaitu Pattani, Narathiwat, Songkhla dan Yala adalah pusat-pusat konflik sejak tahun 2004 yang telah menewaskan lebih dari 4.600 orang.

Dalam beberapa bulan terakhir, serangan pejuang pro kemerdekaan Patani kian meningkat, dengan serangan-serangan bom mobil terhadap pangkalan dan pos militer serta menargetkan para pejabat negara. Pemerintah militer dan sipil Thailand kesulitan mengatasi kekerasan tersebut, meskipun telah menerjunkan lebih banyak pasukan dan mengetatkan pengamanan.

Imtiyaz Yusuf, profesor studi dan agama Islam di Universitas Assumption mengatakan kekerasan itu telah memicu desakan agar diusahakan solusi politik di kawasan itu.

Walaupun sebagian besar penduduk Thailand beragama Buddha, para penduduk di provinsi-provinsi di bagian selatan ini umumnya adalah Melayu Muslim yang merasa diabaikan oleh pemerintah pusat di Bangkok. Pejuang pro kemerdekaan Patani di selatan itu tidak pernah mengidentifikasi diri mereka atau tujuan mereka. Namun, mereka biasanya menargetkan orang yang dipandang sebagai simbol negara Buddhis Thailand atau orang-orang yang bekerja sama dengan mereka.

Wilayah ini tetap berada di bawah undang-undang darurat. Lebih dari 30.000 tentara, sekitar 20.000 infantri ringan dan polisi ditempatkan di empat provinsi itu. Para pengecam menuduh militer menggunakan tindakan opresif terhadap penduduk setempat.

Tetapi dengan pemilu dijadwalkan tanggal 3 Juli ini, baik partai Demokrat yang berkuasa dan partai oposisi Thai Puea berharap bisa menarik dukungan di wilayah tersebut.

Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva, pemimpin Partai Demokrat itu, pekan lalu menetapkan kebijakan 'Zona Pembangunan Khusus'. Tapi Panitan Wattanayagorn, juru bicara pemerintah, mengatakan reformasi itu tidak berarti adanya otonomi daerah. Ia mengatakan,”Ada berbagai kelompok studi yang mempelajari isu-isu ini disamping menciptakan zona khusus untuk kebutuhan penduduk setempat berdasarkan konstitusi saat ini. Konstitusi tersebut tidak memungkinkan pemisahan daerah itu sedemikian rupa sehingga mengurangi kedaulatan atau kesatuan negara. “

Untuk memenangkan suara di wilayah yang secara historis selalu didominasi oleh Partai Demokrat, partai oposisi Thai Puea lebih memilih bentuk 'Desentralisasi', tetapi bukan otonomi penuh.

Militer Thailand menentang langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk memberikan kekuasaan lebih besar kepada pihak sipil di kawasan yang masih berada di bawah undang-undang darurat. Para pengamat mengatakan militer Thailand khawatir setiap langkah menuju otonomi akan meningkatkan tuntutan pemberontak untuk memperoleh kemerdekaan penuh dari negara Thailand.

Seminggu menjelang pemilihan umum (pemilu), Kepolisian Thailand mengerahkan sebanyak 35 ribu personel untuk mengamankan 557 tempat pemungutan suara. Sejak pukul lima pagi, mereka sudah berjaga-jaga di setiap tempat pemungutan suara.

Deputi Kepala Komando Operasi Keamanan Dalam Negeri untuk Kawasan 4, Mayor Jenderal Akara Thiprote, mengatakan sekitar 20 ribu penduduk akan memberikan suaranya lebih dulu di tiga provinsi di Thailand selatan dan empat distrik di Songkhla. Sebanyak 11 ribu pasukan mengamankan jalannya pemilu kemarin.

Sebuah organisasi internasional menghimbau para pemimpin partai di Thailand agar meminta pendukung mereka mengakhiri kekerasan dan berhenti menghambat proses kampanye para pesaing mereka.

The Asian Network for Free Elections (ANFREL) yang didukung kelompok-kelompok dari sektor swasta di 11 negara, telah mencatat beberapa kasus ancaman dan intimidasi selama kampanye menjelang pemilu 3 Juli di Thailand, termasuk di antaranya kematian tiga kandidat akibat kekerasan.

ANFREL menyatakan berbagai insiden itu memunculkan pertanyaan serius mengenai kebebasan bergerak bagi para petugas kampanye, dan tidak kondusif bagi proses pemilu yang bebas dan bersih.

Seorang petugas pemilihan umum ditembak mati di pedalaman Thailand selatan pada Senin (20/6) hanya beberapa jam sebelum perdana menteri berkampanye di wilayah bergolak itu.

Pria itu, yang sedang tidak bertugas, adalah petugas kedua tewas pada bulan ini. Pemerintah menyatakan tidak jelas apakah serangan terkini tersebut terkait dengan pemungutan suara pada 3 Juli itu.

Warga Siam berumur 55 tahun, pemimpin kecamatan setempat, tewas oleh penyerang di Pikep ketika mengendarai sepeda motornya untuk pulang dengan istrinya dari pernikahan di Kabupaten Muang di Provinsi Yala.

Korban itu adalah petugas untuk Partai Demokrat berkuasa pimpinan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva yang dijadwalkan tiba di daerah tersebut untuk lawatan ke tiga provinsi terselatan yang di bawah keadaan darurat sejak 2005.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan